Senin, 05 Desember 2011

impor ikan

JAKARTA, KOMPAS.com - Impor ikan adalah opsi terakhir. Demikian penegasan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo terkait kebijakan membuka keran impor ikan bagi kepentingan industrialisasi perikanan.

Pernyataan itu boleh jadi melegakan kalangan industri pengolahan ikan di Tanah Air yang kerap kekurangan bahan baku. Utilitas pabrik pengolahan ikan saat ini rata-rata kurang dari 50 persen. Tahun ini, tak sedikit pula pabrik pengolahan ikan dan udang yang bangkrut dengan berbagai sebab.

Namun, benarkah instrumen impor ikan adalah opsi pamungkas yang tepat untuk mengatasi kekurangan bahan baku?

Dalam periode 2009-2014, pemerintah menargetkan peningkatan produksi ikan, baik tangkap maupun budidaya. Jika tahun 2009 produksi perikanan tangkap diproyeksikan 5,38 juta ton, tahun 2014 diperkirakan mencapai 5,5 juta ton.

Sementara itu, produksi perikanan budidaya bahkan ditargetkan naik sampai 353 persen, yakni dari 4,78 juta ton pada tahun 2009 menjadi 16,89 juta ton pada tahun 2014.

Untuk mendukung kenaikan produksi, pemerintah menggulirkan dana stimulus senilai triliunan rupiah, berupa paket bantuan benih ikan, program bantuan 1.000 kapal nelayan guna mendorong daya jelajah dan hasil tangkapan ikan, serta penyaluran kredit usaha rakyat dari perbankan.

Di tengah upaya menggenjot produksi perikanan, masalah kekurangan bahan baku industri pengolahan belum menunjukkan titik terang. Desakan impor ikan terus muncul dari kalangan industri pengolahan.

Hasil tangkapan ikan yang musiman, yakni panen dan paceklik pada bulan-bulan tertentu, hingga kini belum direspons dengan pembenahan sistem logistik perikanan. Selama puluhan tahun negara mengelola sektor kelautan dan perikanan, tidak ada sistem penyimpanan dan pengangkutan ikan yang memadai dari sentra produksi menuju industri pengolahan.

Potensi hasil tangkapan ikan yang masih banyak di wilayah Indonesia bagian timur belum terdistribusi optimal untuk mengisi kebutuhan industri olahan. Bahkan, sejumlah nelayan di wilayah Maluku Tenggara terpaksa membuang ikan hasil tangkapan akibat tidak terserap pedagang dan industri olahan.

Timbul kesan, tidak ada desain pengolahan ikan yang terencana dan sejalan dengan produksi ikan.

Belakangan ini, hampir semua gudang penyimpanan ikan penuh terisi dengan hasil tangkapan nelayan yang berlimpah. Berbarengan dengan itu, produk impor ikan mulai masuk. Izin impor ikan yang diurus berbulan-bulan lalu oleh importir, baru masuk pada bulan-bulan ini. Harga ikan pun jatuh.

Ironisnya, impor ikan sebagai ”amunisi terakhir” kerap diwarnai penyalahgunaan, berupa izin impor ikan yang dipermainkan ataupun produk ikan ilegal. Produk ikan impor yang seharusnya untuk bahan baku pengolahan bocor membanjiri pasar lokal. Celakanya, produk ikan ilegal ditemukan mengandung formalin dan zat berbahaya.

Masih teringat beberapa bulan lalu, kasus ikan kembung, ikan lele, dan ikan teri ilegal yang menyusup ke Indonesia melalui wilayah perbatasan di Sumatera Utara dan Kalimantan Barat. Ikan impor asal Malaysia dan China itu ditemukan mengandung penyakit berbahaya dan formalin.

Merembesnya produk impor ikan ilegal tidak hanya membahayakan kesehatan konsumen. Hasil jerih payah nelayan dan pembudidaya terpuruk oleh ikan impor berharga murah yang membanjiri pasar domestik. Apalagi isu ikan impor mengandung formalin dan penyakit berbahaya tadi membuat konsumen, sementara menolak mengonsumsi ikan.
Petaka
Tidak akan pernah ada manfaat impor ikan bagi kebangkitan industrialisasi perikanan selama sistem pengawasan lemah. Nelayan yang miskin semakin miskin dengan impor ikan tadi.

Sudah saatnya pemerintah serius menyusun sistem logistik perikanan nasional dan pembenahan distribusi ikan dari sentra produksi ke pengolahan. Dorong investasi pengolahan ke wilayah timur yang dekat dengan sumber ikan.

Tentunya, kita sama sekali tidak menginginkan negara kelautan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia ini terpuruk oleh ketergantungan impor. Bangkitkan kemandirian bangsa bahari ini! (BM Lukita Grahadyarini)

2 komentar:

CONSIGNE / UNDER NAME :
Tidak memiliki dokumen kelengkapan impor ?
Mudah, PT.Mahkota Dua Putra memiliki izin impor yang lengkap dan siap menyewakan kepada perusahaan atau perorangan yang membutuhkan izin impor atau disebut juga undername import.
Apa itu undername import?
cara Impor Undername yaitu mengimpor barang dari luar negeri dengan meminjam perusahaan lain yang memiliki izin dan terdaftar di pabean.
Agar proses impor berjalan dengan lancar dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, sebaiknya dipilih perusahaan yang reputasinya baik dan terpercaya, dan perlu dibuat Surat Perjanjian secara tertulis (Surat Indentor) dan jelaskan dalam perjanjian apakah ingin Q/Q atau langsung kepada penerima Undername.
Kirim penjelasan ke supplier dan nyatakan bahwa perusahaan itu hanya ditunjuk sebagai pelaksanaan impor saja, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
Tanyakan ke shiper perihal Proforma Dokument i, e: Packing List, Invoice, Bill of Lading/Air Way Bill, dan kemudian periksa serta konfirmasi dengan perusahaan undername dan jika perusahan undername menyatakan Tidak Masalah, maka barang siap dikirim dan pastikan kepada perusahaan undername siapa pengangkut (freight forwarder) barang tersebut sampai ke pelabuhan di Indonesia.
Setelah barang sampai ke pelabuhan di Indonesia, maka shipper atau agen forwarder di Indonesia menyiapkan dokumen untuk mendapatkan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dengan sistim EDI/PPJK, lalu membayar bea masuk ke Bank, dan setelah itu hubungi EDI/PPJK untuk mendapatkan respon. Dalam hal ini hasil yang diperoleh ada dua kemungkinan, yaitu:
1. Jalur Hijau ‘green line’ : Barang langsung dapat keluar setelah dokumennya diperiksa.
2. Jalur Merah ‘red line’ : Barang perlu diperiksa fisiknya oleh Bea Cukai. Setelah mendapat respon EDI/PPJK, baru mendapat deklarasi impor (NOTUL) dari kantor pabean bahwa barang telah selesai diproses dan barang boleh keluar.
Jika barang impor mendapat NOTUL (Pajak Pertambahan Nilai), bayar dahulu pajak pertambahan nilai untuk mendapat SPPB (Surat Perintah Pengeluaran Barang) atau deklarasi impor dari Imigrasi.
Seluruh dokumen impor seperti PIB, Pembayaran Bea Masuk, kopi Air Way Bill, kopi Bill of Lading dan lain-lain diberikan kepada perusahaan undername, sedangkan kopiannya untuk pemilik barang.
Contac us
JUN
jun.import@gmail.com
WA : 0812 8241 6672

CONSIGNE / UNDER NAME :
Tidak memiliki dokumen kelengkapan impor ?
Mudah, PT.Mahkota Dua Putra memiliki izin impor yang lengkap dan siap menyewakan kepada perusahaan atau perorangan yang membutuhkan izin impor atau disebut juga undername import.
Apa itu undername import?
cara Impor Undername yaitu mengimpor barang dari luar negeri dengan meminjam perusahaan lain yang memiliki izin dan terdaftar di pabean.
Agar proses impor berjalan dengan lancar dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, sebaiknya dipilih perusahaan yang reputasinya baik dan terpercaya, dan perlu dibuat Surat Perjanjian secara tertulis (Surat Indentor) dan jelaskan dalam perjanjian apakah ingin Q/Q atau langsung kepada penerima Undername.
Kirim penjelasan ke supplier dan nyatakan bahwa perusahaan itu hanya ditunjuk sebagai pelaksanaan impor saja, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
Tanyakan ke shiper perihal Proforma Dokument i, e: Packing List, Invoice, Bill of Lading/Air Way Bill, dan kemudian periksa serta konfirmasi dengan perusahaan undername dan jika perusahan undername menyatakan Tidak Masalah, maka barang siap dikirim dan pastikan kepada perusahaan undername siapa pengangkut (freight forwarder) barang tersebut sampai ke pelabuhan di Indonesia.
Setelah barang sampai ke pelabuhan di Indonesia, maka shipper atau agen forwarder di Indonesia menyiapkan dokumen untuk mendapatkan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dengan sistim EDI/PPJK, lalu membayar bea masuk ke Bank, dan setelah itu hubungi EDI/PPJK untuk mendapatkan respon. Dalam hal ini hasil yang diperoleh ada dua kemungkinan, yaitu:
1. Jalur Hijau ‘green line’ : Barang langsung dapat keluar setelah dokumennya diperiksa.
2. Jalur Merah ‘red line’ : Barang perlu diperiksa fisiknya oleh Bea Cukai. Setelah mendapat respon EDI/PPJK, baru mendapat deklarasi impor (NOTUL) dari kantor pabean bahwa barang telah selesai diproses dan barang boleh keluar.
Jika barang impor mendapat NOTUL (Pajak Pertambahan Nilai), bayar dahulu pajak pertambahan nilai untuk mendapat SPPB (Surat Perintah Pengeluaran Barang) atau deklarasi impor dari Imigrasi.
Seluruh dokumen impor seperti PIB, Pembayaran Bea Masuk, kopi Air Way Bill, kopi Bill of Lading dan lain-lain diberikan kepada perusahaan undername, sedangkan kopiannya untuk pemilik barang.
Contac us
JUN
jun.import@gmail.com
WA : 0812 8241 6672

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More