Minggu, 04 Desember 2011

ketika kualitas benih baandeng merosot

Ketika Kualitas Benih Bandeng Merosot

Sudah hampir 3 tahun belakangan kualitas benih bandeng (nener) mengalami penurunan sehingga budidaya semakin tak efisien. Sementara itu, petambak tak memiliki alternatif pasokan nener, karena produksi nener masih tersentra di Bali
Suara Haji Soewarto sedikit berat menceritakan bisnis ikan bandengnya yang tak semoncer dulu. Menurut petambak bandeng asal Desa Pabean Ilir, Indramayu, Jawa Barat tersebut, sudah hampir 3 tahun belakangan kualitas benihbandeng (nener) mengalami penurunan. Dalam bisnis budidaya, ini berarti masalah besar. Sebab hal itu akan membuat masa budidaya menjadi lebih lama dan FCR (Feed Convertion Ratio/ rasio konversi pakan)-nya tinggi. Singkat kata, biaya produksi kian membengkak.
“Kalau dulu kita pelihara ikan bandeng dari bibit sampai panen hanya butuh 6 bulan, sekarang harus 9 bulan dengan pakan yang intensif sampai ukuran 3 ekor/kg,” kata pria yang memiliki 95 hektartambak ini. Iapun sangat yakinbahwanener yang ada di petambak sudah bukan  benihunggul lagi. Menueurtnya, initerjadiantara lain karena pencetakan telur bandeng di Bali sudah tidak alami, seperti induk yang belum waktunya disuntik tetapi sudah dilakukan penyuntikan, sehingga pertumbuhan bandeng lambat.
Padahal Soewarto dan kelompoknya sangat mengandalkan pasokan larva bandeng dari Bali, karena Indramayu hanya jadi tempat pendederan sampai siap tebar. “Setiap harinya sebanyak 100.000 nener dengan ukuran 5 jari di sekitar Indramayu,”ujarnya.
Tak jauh beda, H. Sardi pengepul bandeng asal Desa Brondong, Indramayu, menyampaikan keluhan serupa. Dia menyebutkan jika hasil panen bandeng sekarang kurang maksimal karena bandeng pertumbuhannya lambat sehingga berukuran kecil. Biasanya 2 hektar menghabiskan pakan 270 karung(per karung isi30 kg) dan menghasilkan 4,3 ton ikan bandeng, sekarang dengan waktu pemeliharaan yang sama baru bisa menghabiskan pakan 210 karungdan panen 2,8 ton.
Dibutuhkan waktu budidaya yang lebih lama lagi untuk mencapai hasil panen sebesar dulu. “Menurunnya produksi ini lebih disebabkan oleh buruknya kualitas benihdan cuaca ekstrem,” jelas pria yang juga petambak bandeng pemilik32 hektar tambak.
Sejak lama budidaya bandeng kini menjadi sandaran hidup bagi sebagian besar petambak di Pantai Utara (Pantura) Jawa,setelah usaha tambak udang tak bisa diharapkan lagi akibat musibah berkepanjangan. Usaha ini pun jadi pekerjaan sampingan bagi nelayan yang tidak bisa pergi melaut. Dengan kata lain, dengan adanya penurunan kualitas nener ini akan mengancam kelangsungan hidup para petambak dan nelayan Pantura.
Pendapat berbeda, Saliman petambak bandeng asal Desa Brondong, Indramayu, menyebutkan kualitas benih masih cukup bagus. Ia menilai, pertumbuhan bandeng lambat lebih karena cuacaakhir-akhir iniyang begitu ekstrem. “Kalau siang panas dan malam dingin sekali,” ujar petambak dengan kepemilikan lahan mencapai 1,5 hektar ini.

Perkawinan Sedarah
Terkait masalah benih kualitasnya menurun juga diakui oleh Tri Heru Prihadi Kepala Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol, Bali.  Penurunan kualitas tersebut antara lain ditandai dengan pertumbuhan lambat, yaitu seharusnya paling lambat 6 bulan dari nener sampai konsumsi, tetapi sekarang 9 bulan untuk mencapai ukuran 3 ekor/kg. “Ini karena banyak indukan mengalami perkawinan sedarah (inbreeding) yang disebabkan tidak adanya seleksi dalam pemilihan induk,” jelasnya.
Sekarang, kata Tri, BBRPBL Gondol sedang berusaha menyeleksi induk baik yang berasal dari alam maupun dari hasil budidaya. Untuk mengetahui kualitasnya bagus atau tidak harus terseleksi sampai keturunan F2 dan F3. “Sudah disiapkan kurang lebih 500 – 1.000 indukan hasil seleksi,” terang Tri.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More